Selasa, 13 Oktober 2009

Tidak Semua Debus Banten Haram












Debus merupakan kesenian khas Banten yang sudah populer diseluruh nusantara bahkan mancanegara, debus berasal dari kata dabbus (bahasa arab) yang artinya jarum/paku payung।
Dari masa ke masa debus terus berkembang dan pada masa sekarang ini sudah puluhan macam terdiri dari berbagai aliran semuanya mengatas namakan debus,,
Lalu yang jadi pertanyaan masyarakat sekarang ini apakah debus haram atau diperbolehkan menurut syariat islam, mengingat banyak sekali perdebatan di kalangan masyarakat,
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Banten menegaskan, fatwa haram terhadap debus hanya untuk yang menyimpang.

Diinformasikan, kesenian debus yang menyimpang, yakni kelompok debus yang dalam pelaksanaannya mencampuradukkan dengan budaya lokal pra-Islam, yang bersumber pada ajaran nenek moyang Budha, Hindu, atau animisme.
Ketua MUI Banten Amanudin Ibrahim mengatakan, debus yang diharamkan yakni debus yang jampe-jampenya, mantra-mantranya yang disebut jangjawokan, kalimat-kalimatnya terdiri dari Bahasa Kawi Kuno, Sansekerta, serta sebagainya, yang pelaku debusnya sendiri tak paham terhadap artinya.
“Kelompok ini ada yang seolah-olah di Islamkan karena jangjawokan tersebut awalnya sudah dibubuhi kalimat basmallah dan kalimat akhirnya dibubuhi kalimat syahadat. Selain itu, ada juga mantra yang merubah atau memelesetkan ayat-ayat suci Alquran” ulas Amanudin saat melakukan konferensi pers dengan sejumlah media massa di Sekretariat MUI Banten yang berada di Kawasan Pusat Pemerintah Provinsi Banten (KP3B), Rabu (26/8) pagi. Selain Amanudin, hadir pula dalam kesempatan itu, Sekretaris Umum MUI Banten Syibli Syarjaya, KH Tb Rafe’i Ali, KH Abdul Muis, KH As Hasan, H Yasin Muntahar, serta sejumlah pengurus MUI lainnya.

Aminudin mengatakan, kelompok debus seperti itu yang dalam rapat koordinasi daerah (rakorda) MUI se Jawa dan Lampung yang diselenggarakan beberapa waktu lalu, direkomendasikan kepada kaum muslimin, khususnya yang berada di Banten, agar menjauhkan diri dari debus semacam itu.
Menurutnya, kelompok debus tersebut mengandung syirik dan sihir yang bertentangan dengan ajaran Islam dan mencelakakan dirinya di dunia dan akhirat. Amanudin mengatakan, kelompok debus yang diperbolehkan untuk terus melestraikan budaya Banten ini, yakni kelompok debus yang bersumber dari resapan tharekat seperti tharekat rifa’iyah, tijaniyah, samniyah, ibnu alwan, dan lainnya, serta melalui riyadlah, doa, dan wirid Islam yang memantapkan aqidah dan ma’rifat kepada Allah SWT. “Kelompok ini juga jauh dari noda syirik dan sihir yang berlawanan dengan ajaran Islam. Kelompok ini menurut pandangan ba’dlul ulama hukumnya boleh. Kelompok inilah yang menamakan debus sebagai salah satu kebudayaan Islam,” ujarnya.
Selain kelompok itu, kata dia, kelompok debus yang mengandalkan latihan ketangkasan, ketrampilan, dan kecepatan, tanpa disertai mantra, unsur magic, dan tanpa melakukan kerja sama dengan roh-roh halus, setan, ataupun dedemit. “Para ulama bersepakat, kelompok debus ini tidak dipersoalkan alias diperbolehkan,” tutur Aminudin.

Tiga kelompok debus yang disebutkan, kata Aminudin, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan selama 1 tahun sejak Desember 2003 hingga Desember 2004 silam, berdasarkan SK MUI Banten Nomor 67/MUI-BTN/SK/XII/2003 tanggal 1 Desemeber 2003 mengenai penetapan tim peneliti tentang debus dan masalah-masalah yang berkaitan dengan ilmu santet, mistik, dan sejenisnya. “Penelitian itu dilakukan dengan menyisir berbagai daerah yang dianggap kantong dan basis debus, mulai dari Tangerang hingga Malingping,” ujarnya.
Namun, saat ditanya berapa jumlah kelompok debus yang menyimpang, Amanudin dan pengurus MUI lainnya enggan mengungkapkan. Amanudin mengatakan, berdasarkan kebijakan MUI maka kelompok-kelompok yang menyimpang dan tidak menyimpang tidak akan diungkapkan. “Kami berharap semuanya punya kesadaran masing-masing, karena sangat tidak bijaksana apabila disebutkan kelompok-kelompoknya,” ujar Aminudin.

“Selama ini masyarakat umum hanya tahu bahwa debus haram, padahal tidak semuanya,” ujarnya.Ia juga menyesalkan adanya tindakan sebagian kelompok yang menyikapi hasil Rakorda MUI tentang debus, tanpa ada konfirmasi terlebih dahulu kepada sumbernya.
“Mestinya tanya dulu ke yang mengeluarkan fatwa, yang haram itu mana dan apa. Tidak langsung main aksi saja,” katanya.
Ia mengatakan, pihaknya selalu terbuka untuk siapa saja yang ingin berdiskusi mengenai fatwa haram debus.
“Pokoknya kami siap, ini demi kebaikan umat juga, agar di antara masyarakat tidak ada terjadi kesalahpahaman,” ucapnya.

Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Umum MUI Banten Syibli Syarjaya mengatakan, hasil rakorda MUI se Jawa dan Lampung itu belum ada satupun yang dikeluarkan secara resmi kepada siapapun.

Selasa, 29 September 2009

Sejarah Singkat Silambawiqri


Bapak Kyai. Achmad Fathoni. Kr
SILAMBAWIQRI singkatan dari “Silat Tenaga Dalam Bathin Wiqoyah dan Riayah”. Ide mendirikan perguruan Silambawiqri di awali melihat penomena beberapa perguruan silat bela diri yang cukup banyak jenisnya, dari perguruan silat seni seperti Cimande, cikalong dan sebagainya, perguruan silat pernapasan murni seperti garuda putih, dan beberapa perguruan silat kebatinan yang diperoleh dari tirakat puasa dan amalan-amalan hijib. Yang terakhir ini biasanya di kembangkan oleh para ustadz/kyai di pondok pesantren kepada para santrinya, yang sering di sebut ilmu “nyambat”. Dari sekian banyaknya aliran perguruan silat yang ada, masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangannya, sehingga kerap kali terjadi pertikaian di antara anggota perguruan, dengan asumsi perguruan merekalah yang paling baik. Sehingga Ach. Fathoni merangkumnya dengan “Silamba” (Silat Tenaga Dalam Batin). Yang di gabungkan dengan cita-cita beliau sejak kecil untuk menadi guru agama, maka dunia pendidikan harus mengalami pembaharuan. Selain dunia pendidikan, Ach. Fathoni yang sudah aktiv sejak sekolah di dunia organisasi, mengharapkan murid-muridnya juga memiliki kemampuan dalam mengelola organisasi atau menjadi organisatoris dan menjadi pemimpin ummat yang bertanggung jawab.

Dari ide pemikiran tersebut maka Ach. Fathoni menakan perguruan dengan nama “SILAMBAWIQRI” yaitu singkatan dari Silat Tenaga Dalam Batin (Silamba), Wiqoyah (pendidikan) dan Riayah (Kepemimpinan). Maka Ach. Fathoni memberanikan diri untuk membuka perguruan Silambawiqri pada tanggal 29 Agustus 1993 M / 12 Rabiul Awal 1414 H, yang di pararelkan dengan acara Isra’ Mi’raj Nabi SAW sekaligus penerimaan anggota baru Silambawiqri. Yang berlokasi di kampung Palaton, Jaura kecamatan Rangkasbitung kabupaten Lebak propinsi Banten.

Waktu itu Visi Silambawiqri adalah ; “Berupaya Mencetak Patriot yang Agamis dan Bertanggung Jawab”. Adapun Misinya yaitu tercermin dari namanya

1. Silamba (Silat tenaga dalam Bathin) “Mencetak Sumber Daya Manusia (SDM) yang patriotik, memiliki keterampilan silat bela diri, keterampilan tenaga dalam (olah pernapasan), dan kebatinan”. Untuk mewujudkan misi Silamba ini di butuhkan suatu tempat pelatihan yaitu padepokan. Fungsinya sebagai media jihad dan latihan kependekaran, agar dapat melahirkan para pejuang, para pahlawan, para mujahid, para pendekar atau SDM berjiwa patriotik.

2. Wiqoyah (pendidikan) ; kalimat wiqoyah di ambil dari penggalan ayat al-Qur’an surah at-Tahrim ayat 6 yang bunyinya : “Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”. Kata قﻭا bentuk amarnya berarti “hendaklah jaga olehmu”, dalam bentuk masdar (kata benda dasar)nya “wiqoyah” yang artinya “penjagaan, pemeliharaan”. Menurut Ibnu Jarir di dalam kitab tafsirnya mengatakan bahwa untuk dapat mewujudkan ayat tersebut harus melalui lembaga pendidikan. Maka jelaslah bahwa sangat dibutuhkan berdirinya lembaga pendidikan Islam, yang dalam literatur jawa di sebut dengan Pondok Pesantren. Dari lembaga pendidikan di Pondok Pesantren inilah diharapkan dapat melahirkan para pemuka agama, para kyai, para Ustadz dan para santri yang berkualitas. Dengan demikian Misi Wiqoyah (pendidikan) yaitu “mencetak sumber daya manusia yang baik, meningkatkan kualitas SDM yang berwawasan ilmu pengetahuan dan teknologi, terampil menyimak kitab kuning, mahir berbahasa Arab dan Inggris, berakhlak mulia, berkepribadian mandiri, memiliki kepekaan sosial yang tinggi, bela diri untuk bela bangsa dan angama, hormat terhadap hasil ijtihad para ulama, dan menyiapkan kader panutan ummat”

3. Riayah ; kalimat riayah di ambil dari penggalan sebuah hadits Nabi SAW yang bunyinya : “kamu semua adalah pemimpin, dan setiap pemimpin itu akan di mintai pertanggung jawabannya (mas’ulah) atas apa yang di pimpinnya”. Kalimat (راع) adalah kalimat isim fa’il, dengan bentuk masdarnya yaitu “riayah” yang artinya “kepemimpinan”. Dengan begitu, untuk mewujudkan Riayah, diperlukan wadah pelatihan kepemimpinan sebagai media kaderisasi yaitu organisasi (Nidzom). Maka Misi Riayah adalah : “sebagai media kaderisasi pemimpin yang agamis dan patriotik serta bertanggung jawab”